Tahun ini alhamdulillah kecukupan untuk membeli seekor sapi dan di Qurban di Solo. Mudah-mudahan sampai pada mereka yang membutuhkan. Agak mahal memang, tapi aku bener-bener pengen cari hewan qurban yang layak untuk di qurban-kan. Sejak awal bulan September, aku sudah mulai hunting, dan dari semua kambing dan sapi di Jakarta, gak satupun (menurut gue) layak qurban. Iya, gue cari sampai ke peternakan-peternakan di area dalam Jakarta. Bahkan kalo pas udah deket Iedul Adha, hewan ternak yang di jual pada kurus-kurus keriput gitu.
Istilah qurban sendiri kan artinya berkorban, dan hewan yang layak untuk dikorbankan adalah hewan yang fit, berbulu halus, tidak tersiksa dan disayang oleh majikannya. Jadi setidaknya gue cari yang ngga' kurus kerontang, itu udah jelas ga' disayang oleh pemiliknya.
Tepat pada bulan November, aku dihubungi sepupuku di Solo: "Mo beli Sapi buat qurban ngga?"
Foto sapinya pun dikirimin (kata Rika: "Dapet surat cinta dari Sapi ya mas??"), sekel dan terawat. Sapi tersebut adalah milik seoranmg peternak yang memang khusus menternakkan sapi untuk perahan. Ini bener-bener sapi disayang, karena menurut yg punya, semua ternaknya di beri pangan banyak dan tiap hari dinyanyiin (gak tau tuh gimana caranya). Proses ini katanya untuk menghasilkan susu kualitas. Jadi teringat sama Sapi dari Kobe Jepang yang diminumin sake biar dagingnya empuuuk.
Akhirnya aku ikutan beli sapi itu. Dibagi untuk 7 orang, aku ambil 3 bagian buat aku, Rika dan Vira. Dari awal December (pas aku beli) sampai pemotongan, Sapi tersebut dirawat oleh peternaknya.
Memang mahal, tapi namanya juga berqurban. Memang sih ga' harus mahal, tapi buat saya kalo berqurban itu harus berasa berqurban, keikhlasan kita itulah yang dihitung (menurut gue sih). Seperti "Haji jika mampu", why not Qurban semampunya, dan yakinkan yang dikurbankan adalah yg sebaik mungkin.
Selamat Iedul Adha...